Tidak Puas Dengan Pekerjaan Sekarang? Segera Baca Ini dulu sebelum Menyesal

/
0 Comments


“Aduh...Aku sudah bosan kerja di tempat ini, pengen cari perusahaan lain”.

“Rugi banget kerja di sini, udah gajinya kecil bosnya juga pelit”.

“Di perusahaan ini gak ada karirnya, mending cari perusahaan yang karir bagus dan gajinya besar”.

Kata-kata di atas sering sekali diucapkan oleh para karyawan yang bekerja di sebuah perusahaan sebagai bentuk kekecewaan mereka.

Sebenarnya masih banyak sekali ungkapan tidak puas dan kekecewaan yang mereka ucapkan sebagai alasan untuk mengajukan resign, namun tiga ucapan di atas menurut saya sudah cukup mewakilinya.

Bahkan beberapa teman saya yang menjabat sebagai HRD seniorpun selalu mengucapkan kalimat di atas sebelum akhirnya mereka mengajukan pengunduran diri (resign). 


Berdasarkan exit interview yang saya lakukan terhadap para karyawan yang mengajukan resign, 85% di antaranya mempermasalahkan tingkat kepuasan kerja di perusahaan tempatnya bekerja.

Sedangkan 15% sisanya yang didominasi oleh pekerja wanita yang berasalan karena ingin menjadi ibu rumah tangga agar bisa mengurus anak atau mengikuti pasangan pindah kerja ke luar kota.

Kita kembali ke 85% karyawan yang bermasalah dengan kepuasan kerja. Kepuasan kerja memang menjadi alasan seorang karyawan untuk bertahan atau mencari perusahaan lain. Sebelum membahas lebih jauh, mari kita simak contoh nyata tentang kepuasan kerja.

Menurut Stephen Robbins, ada 6 faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja seseorang terhadap pekerjaannya, yaitu:

1.  Pekerjaan itu sendiri.
Sebuah pekerjaan mau tidak mau menentukan kepuasan kerja seseorang. Karyawan yang tidak menyukai  tugas yang menjadi tanggung jawabnya akan bekerja tidak maksimal daripada karyawan yang menyukai pekerjaannya.

Sebagai contoh nyata, saya memiliki seorang sepupu yang baru saja lulus dari sebuah universitas ternama di kota Bandung.

Sebagai seorang fresh graduate fakultas ekonomi manajemen, ia akhirnya diterima bekerja di sebuah bank ternama dari negeri ginseng.

Ia diterima sebagai staf frontliner dengan gaji awal sekitar 4 jutaan. Namun sangat disayangkan baru 3 bulan melakoni tugas dan tanggung jawabnya, Sepupu saya langsung mengundurkan diri dengan alasan tidak menyukai pekerjaannya yang harus bertemu dengan orang baru.

Untuk seorang fresh graduate saya pikir ini sudah pencapaian yang sangat memuaskan. Bagaimana tidak? 

Gaji sekitar 4 jutaan, dengan fasilitas bantuan biaya kost bagi yang berasal dari luar kota, tapi kok merasa belum puas?

2.  Gaji
Ini merupakan faktor kepuasan yang paling sensitif sekaligus kontroversial untuk diperbincangkan.

Jika tidak memberi kepuasan kerja, tidak mungkin para buruh rela panas-panas berteriak melakukan demo demi gaji dinaikan walau hanya beberapa perak.

Perusahaan-perusahaan besar menjadi impian para pencari kerja yang memiliki harapan besar mendapatkan gaji lebih besar dari harapannya.

Namun pada kenyataannya, terdapat karyawan dari perusahaan besar loncat ke perusahaan lain karena tidak nyaman bekerja di perusahaan itu. Bahkan ada yang pindah ke perusahaan yang lebih kecil dengan alasan tidak kuat bekerja di perusahaan sebelumnya.

Sebagai contoh nyata, saya memiliki teman dari divisi legal yang sudah cukup senior namun masih muda (34 tahun). Menurut data yang saya miliki, gaji yang ia terima perbulannya sekitar 18 juta.

Fasilitas penggantian biaya makan sepenuhnya saat jam kerja dan pembiayaan penuh untuk pesawat kelas bisnis saat melakukan perjalanan dinas.

Tetapi sangat disayangkan, 9 bulan yang lalu ia resign dan pindah ke perusahaan IT yang baru merintis. Dan saya pikir gajinya akan jauh lebih kecil dari sebelumnya karena perusahaan itu baru merintis sehingga terlalu berat membayar gajinya hingga 18 juta.

Ketika saya tanya alasan dia resign, jawabnnya cukup mengejutkan. Ia tidak suka melakukan perjalanan dinas ke luar pulau. 

Gaji 18 juta, fasilitas full payment, tapi kok masih merasa tidak puas?

3.  Karir
Sudah pasti tidak ada orang yang mau bekerja dengan posisi seperti itu selamanya. Setiap orang ingin memiliki peningkatan dalam usahanya. Walaupun hanya peningkatan kecil, pasti akan dikerjar mati-matian untuk mendapatkannya.

Dalam sebuah perusahaan, persaingan internal antara karyawan untuk mendapat sebuah jabatan tertentu sudah bukan merupakan hal yang aneh. Ada yang bersaing dengan cara bersih dan bahkan ada yang melakukannya dengan cara kotor.

Namun saat ini, karir yang cemerlang merupakan kebutuhan yang dapat meningkatkan harga diri atau derajat seorang karyawan. Sehingga seorang karyawan yang merasa karirnya akan puas terhadap pekerjaannya.

Namun pada kenyataannya, karir juga menjadi faktor tidak puas terhadap pekerjaannya. Ada karyawan yang menjadi takut jika karirnya hampir mencapai puncaknya.

Sebagai contoh nyata, saya pernah merekrut seorang staf bagian audit. Setelah 6 bulan, ia dipromosikan menjadi supervisor audit untuk mengisi kekosongan dan juga karena kinerjanya yang baik.

Dengan adanya promosi itu, sudah pasti gaji dan fasilitas akan berubah menjadi lebih baik. Namun sangat disayangkan, Ia mengajukan resign 3 hari setelah pengangkatannya menjadi seorang supervisor.

Alasan yang diberikan saat exit interview sungguh sangat menggelikan. Ia resign karena takut dengan tanggung jawabnya yang semakin berat. 

Gaji bertambah, fasilitas bertambah, karir meningkat, tapi kok masih merasa tidak puas?

4.  Atasan
Tipe dan karakter atasan ternyata dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Aktifitas karyawan di sebuah perusahaan tergantung dari pemimpinnya. 

Atasan yang memperhatikan karyawannya dengan menciptakan suasana kerja yang nyaman dan adanya interaksi dua arah merupakan impian setiap karyawan.

Gaya kepemimpinan yang sesuai dengan karakter karyawannya ternyata dapat meningkatkan produktivitas karyawannya. Karyawan yang memiliki produktivitas tinggi sudah pasti memiliki tingkat kepuasan yang tinggi juga.

Namun pada kenyataannya, atasan yang menjadi idaman sekalipun tidak dapat memberikan motivasi yang kuat agar karyawan bertahan di sebuah perusahaan.

Sebagai contoh nyata, Ketika awal-awal bekerja sebagai fresh graduate saya sangat beruntung karena mendapat atasan yang mau membantu dan mengajari saya berbagai ilmu tentang HRD.

Saat itu saya merasa bahwa perusahaan tempat saya bekerja adalah perusahaan impian yang dicari oleh para pencari kerja.

Dengan berbagai ilmu dan semangat kerja yang ditularkan oleh atasan, saya mendapat promosi menjadi senior staff recruitment. Namun beberapa bulan setelahnya, saya mulai merasa tidak nyaman.

Saya merasa memiliki atasan idaman itu bisa menjadi boomerang bagi saya sendiri. Saya sering merasa tidak enak jika melakukan kesalahan dan menjadi perfeksionis untuk mendukung kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh atasan.

Dengan alasan tidak nyaman dan merasa tidak bisa bebas berekspresi dalam bekerja, sehingga 4 bulan setelah dipromosikan akhirnya saya mengundurkan diri. 

Gaji bertambah, fasilitas bertambah, atasan sangat mendukung, tapi kok masih merasa tidak puas?

5.  Rekan kerja
Mungkin akan terasa hambar rasanya jika bekerja tetapi tidak memiliki rekan kerja. Memang saat bekerja kita dituntut untuk profesional, tapi tidak bisa dipungkiri kita juga membutuhkan teman untuk berbagi.

Walau hanya untuk sekedar membuka obrolan kecil saat bekerja ataupun berdiskusi tentang pekerjaan, setidaknya hal itu bisa melepas stress dalam pekerjaan.

Menurut survey, memiliki hubungan yang baik dengan rekan kerja dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan sehingga produktivitasnya juga akan meningkat.

Sehingga tidak heran jika perusahaan-perusahaan besar berlomba-lomba untuk melakukan kegiatan yang mendukung interaksi yang positif antara karyawan.

Namun pada kenyataannya, memiliki rekan kerja yang terlalu banyak dapat memberikan rasa tidak puas dalam bekerja.

Tidak sedikit karyawan yang mengundurkan diri dari pekerjaannya hanya karena merasa tidak nyaman dengan banyaknya rekan kerja yang dimiliki.

Sebagai contoh nyata, di perusahaan saya ada seorang yang cukup unik. Ia sangat mudah akrab dengan siapa saja, dan dikenal oleh semua orang dari setiap divisi yang ada.

Ia telah bekerja kurang lebih 1 tahun, dan ia selalu menjadi trending topic para karyawan karena sifatnya yang easy going.

Namun banyaknya teman ataupun rekan kerja yang dimilikinya ternyata membuat prestasinya menurun.

Hingga tepat bulan februari yang lalu ia mengundurkan diri dan cukup membuat heboh seluruh karyawan satu perusahaan. Ketika melakukan exit interview, ia mengakui sudah diterima di perusahaan lain.

Selain itu ia juga merasa tidak nyaman bekerja di perusahaan tempat saya karena rekan kerja yang ia kenal terlalu banyak sehingga cukup mengganggu pekerjaannya. 

Sudah memiliki rekan kerja yang banyak, tapi kok masih merasa tidak puas?

6.  Lingkungan kerja
Lingkungan kerja juga merupakan faktor penting penentu tingkat kepuasan kerja karyawan. Karyawan yang bekerja di pulau kecil dengan fasilitas terbatas akan memiliki kepuasan yang berbeda dengan karyawan yang bekerja di kota besar beserta fasilitasnya.

Itulah alasan mengapa kota-kota besar di Indonesia seperti jakarta misalnya, menjadi sasaran para pencari kerja untuk mengadu nasib. 

Mereka berangkat ke kota besar dengan harapan akan mendapat pekerjaan yang sangat memuaskan.

Namun pada kenyataannya, memiliki lingkungan kerja yang menjadi impian dan sangat memuaskan. Ternyata tidak cukup meningkatkan kepuasan kerja sebagian karyawan.

Sebagai contoh nyata, ketika itu perusahaan tempat saya bekerja sedang membutuhkan seorang dokter untuk ditempatkan di klinik perkebunan yang letaknya di tengah hutan kalimantan.

Dari sekian pelamar, saya menemukan seorang dokter umum yang masih aktif bekerja di sebuah rumah sakit ternama di jakarta. Ketika menjalankan proses rekrutmen, ia sangat bersemangat.

Dan akhirnya dari sekian pelamar yang mengikuti proses seleksi, saya memutuskan untuk memilihnya. Sungguh mengejutkan alasannya ingin bergabung dengan kami dan bersemangat untuk di tempatkan di pulau kalimantan.

Ia beralasan ingin fokus bekerja dan membantu warga-warga yang selama ini jauh dari fasilitas kesehatan memadai seperti di Jakarta.

Ia merasa menemukan kepuasan kerjanya jika membantu orang-orang di tengah perkebunan itu. 

Memililiki fasilitas memadai, lingkungan kerja yang memuaskan di Jakarta, tapi kok masih merasa tidak puas?

Kalau begitu, mengapa banyak orang yang merasa tidak puas padahal semua yang telah ia dapat seharusnya memberikan kepuasan kerja baginya.

Beberapa penelitian yang saya lakukan pada perusahaan saya menunjukkan bahwa hal mendasar yang menjadi kepuasan kerja seseorang adalah passion

Dan lucunya, passion setiap orang itu dipengaruhi oleh mindset yang dimilikinya.
Ada orang yang memiliki passion sebagai marketing karena ia memiliki mindset bahwa marketing itu seru bisa bertemu dengan banyak orang baru. Ada juga yang tidak menyukai pekerjaan sebagai marketing karena memiliki mindset bahwa bertemu dengan orang baru itu sangat tidak nyaman.

Contoh nyata tentang passion, seorang blogger profesional yang cukup dikenal di Indonesia, Herman Yudiono. Pernah bekerja di sebuah perusahaan sebagai Chemist dengan penghasilan yang lumayan besar yaitu sekitar 21 juta perbulan.

Herman Yudiono
Source : Linkedin.com
Menurut sebagian besar orang-orang gaji yang ia dapat harusnya sangat memuaskan. Tetapi ia mengambil keputusan yang sangat beresiko. Ia mengundurkan diri demi menjadi blogger dengan pengahasilan yang tidak tentu (bisa jadi tidak memiliki penghasilan).

Namun disitulah ia menemukan kepuasan bekerja. Dan Kini nama Herman Yudiono sudah tidak asing di kalangan blogger dan dengan menjadi blogger ia mampu menghidupi keluarganya dengan penghasilan yang jauh lebih besar.

Survey yang dilakukan oleh jobportal Indonesia, Jobstreet menunjukkan bahwa 73% karyawan merasa tidak puas dengan pekerjaannya dikarenakan beberapa faktor.
Dari hasil survey yang dilakukan oleh jobstreet, kita dapat menarik kesimpulan bagaimana tidak puasnya rata-rata karyawan di Indonesia.

Source : Jobstreet.com
Namun ada hal yang menarik, bahwa tidak semua karyawan yang merasa tidak puas padahal mereka mungkin berada pada satu perusahaan, satu bidang, bahkan satu level.

Mengapa hal itu bisa terjadi? Kembali lagi jawabannya adalah mindset. Pikiran yang positif terhadap pekerjaannya, membuat dirinya lebih produktif dan mampu mengatasi rintangan dalam pekerjaannya.

Namun bagi mereka yang tidak puas, sudah pasti mindset yang dimiliki terhadap pekerjaannya adalah negatif. Sehingga rintangan yang ada di pekerjaannya menjadi penghambat produktifitasnya.

Bagaimana mungkin seseorang yang tidak yakin bisa memiliki karir yang baik bisa memiliki karir yang baik? Bagaimana mungkin menyelesaikan pekerjaannya bisa menyelesaikan pekerjaannya dengan sempurna?

Tidak ada yang sempurna di dunia ini hingga kita bisa merubah mindset kita menjadi lebih optimis. Itulah yang terjadi dengan Herman Yudiono, pekerjaan sebagai blogger yang dipandang sebelah mata oleh orang-orang.

Dengan bekal keyakinan dan optimisme yang dimilikinya, ia mampu merubah pandangan orang-orang bahwa apa yang ia pilih adalah pilihan yang tepat. Tidak ada pekerjaan yang salah di dunia ini, yang ada hanyalah mindset yang tidak tepat.

Ubahlah mindset kita untuk mengejar produktifitas bekerja.

Mindset yang tepat dapat mempengaruhi kepuasan kerja kita.

Semakin kita puas terhadap apa yang kita miliki, produktifitas kita akan meningkat.

Semakin produktifitas kita meningkat maka karir kita akan cemerlang.


Its your choice!


BACA JUGA ARTIKEL TERKAIT :

No comments: